Jumlah penderita depresi di Indonesia tergolong tinggi, waspadai faktor dan gejalanya: Okezone Kesehatan

DEPRESI adalah suatu keadaan gangguan mood yang ditandai dengan sejumlah gejala klinis, yang manifestasinya mungkin berbeda-beda pada setiap orang. Diperkirakan 3,8 persen populasi manusia menderita depresi di seluruh dunia, dan jumlahnya mencapai lebih dari 280 juta orang.

Pada kelompok usia dewasa yaitu kelompok usia produktif, lima persennya menderita depresi. Sementara di Indonesia, kasus depresi juga tergolong tinggi yakni mencapai 15,6 juta orang.

Dokter spesialis kedokteran jiwa dari RS Tamansari, Dr. Alfonsus Edward Saun, Sp.KJ menjelaskan, dari total 12 juta jiwa lebih, penduduknya berusia di atas 15 tahun.

“Depresi bisa muncul pada usia berapa pun, namun lebih sering mulai muncul pada usia muda, yaitu usia produktif, tepatnya antara usia 20-40 tahun,” kata Dr. Alfonsus.

Pada kelompok usia anak dan remaja, gangguan depresi mempunyai dampak yang lebih buruk karena mempengaruhi perkembangan emosi, sosial, dan kognitif selanjutnya.

“Semakin dini gangguan depresi muncul, semakin tinggi risiko terjadinya beberapa episode depresi dan upaya bunuh diri, serta peningkatan komorbiditas gangguan medis dan mental lainnya,” ujarnya.

Lalu faktor apa saja yang bisa meningkatkan risiko depresi?

Dr Alfonsus menyampaikan, faktor biologis dan faktor psikososial. Faktor biologis antara lain genetik, ketidakseimbangan kimiawi otak, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga, efek samping obat atau akibat penggunaan obat/zat, penyakit kronis (misalnya: kanker, HIV, stroke, komplikasi diabetes melitus, dan lain-lain). ).

Depresi

Sedangkan faktor psikososial meliputi peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres berlebihan, berita buruk yang parah, kurangnya dukungan sosial, perubahan tahapan kehidupan, jenis kelamin, kepribadian, kesepian, kegagalan, pekerjaan, dan lain-lain.

“Faktor sosial cukup sering menjadi penyebab tingginya risiko depresi pada generasi muda,” ujarnya.

Selain itu, ada pula gejala-gejala yang menandakan seseorang mengalami depresi, seperti hilangnya kesenangan dalam berbagai hal, perubahan afek, kognisi, fungsi tidur, makan, aktivitas, penurunan konsentrasi, kurang percaya diri, perasaan bersalah, pesimisme. , nafsu makan dan sebagainya.

Berdasarkan gejala yang ada, depresi dapat digolongkan sebagai depresi ringan jika terdapat setidaknya dua gejala utama depresi dan dua gejala lainnya. Kategori depresi sedang adalah apabila terdapat sedikitnya 2-3 gejala utama dan tiga gejala lainnya, dan episode depresi berat bila terdapat ketiga gejala utama dan sedikitnya empat gejala lain, yang beberapa di antaranya berat.

“Pada episode depresi berat, gangguannya bisa tanpa atau disertai delusi (keyakinan salah), halusinasi, atau stupor (keadaan tidak bergerak, diam, tidak bersemangat). Semua keluhan memakan waktu setidaknya dua minggu. “Jika keluhan ini sudah terjadi sebelumnya atau berulang, maka dinyatakan sebagai depresi berulang,” kata dr. Alfonsus.

Menurut dr Alfonso, dampak depresi pada setiap orang berbeda-beda. Selain gejala gangguan depresi yang mungkin muncul, depresi juga dapat menyebabkan gangguan pencernaan, melemahkan imunitas tubuh, meningkatkan risiko penyakit kronis seperti jantung, meningkatkan risiko obesitas/gizi buruk, mengecilkan bagian otak seperti hipokampus dan fungsi terkait dari korteks prefrontal.

“Depresi seringkali berdampak pada hubungan sosial, meningkatkan isolasi sosial, perasaan terasing, mengganggu fungsi seksual, mengganggu aktivitas belajar atau bekerja, yang tentunya dapat menimbulkan berbagai hambatan dan permasalahan baru yang lebih besar,” ujarnya.

Ikuti berita Okezone berita Google

Ikuti terus semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang
klik disinidan nantikan kejutan menarik lainnya

Lalu apakah depresi bisa diobati?

Tentu saja bisa. Untuk mencapai hasil tersebut memerlukan kombinasi pengobatan yang berbeda, termasuk farmakologi atau pemberian obat untuk menyeimbangkan neurotransmiter yang terlibat dalam gangguan depresi, psikoterapi dengan terapi nonfarmakologis.

Tujuannya untuk mengatasi permasalahan psikis yang ada, terapi relaksasi dan aktivitas yang dapat membantu ketenangan, kestabilan dan kesehatan, terapi stimulasi cahaya, terapi stimulasi otak dengan gelombang magnet atau listrik dan berbagai terapi lainnya.

“Sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang memberikan layanan kesehatan jiwa untuk mendapatkan evaluasi dan pengobatan yang optimal sehingga depresi dapat ditangani secepatnya,” ujarnya.

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *